Selasa, 10 April 2012

BANTUAN LANGSUNG TUNAI (BLT)


MAKALAH TUGAS SOFTSKILL
“BANTUAN LANGSUNG TUNAI (BLT)”


 
                             NAMA  : ALDI TRIAWAN
                             KELAS : 2KA04
                             NPM     : 10110502






UNIVERSITAS GUNADARMA
I.     PENDAHULUAN

Kemiskinan sepertinya tidak akan jauh meninggalkan banggsa kita ini, karena begitu banyak rakyat yang menderita kemiskinan. Ini menandakan bahwa rencana pemerintah untuk menuntaskan kemiskinan sepertinya hanya bertahan sementara dan salah satu cara dengan mengadakan BLT. Secara garis besar Bantuan Langsung Tunai (BLT) dapat dipahami sebagai pemberian sejumlah uang (dana tunai) kepada masyarakat miskin setelah pemerintah memutuskan untuk menaikkan harga BBM dengan jalan mengurangi subsidi namun selisih dari subsidi itu diberikan kepada masyarakat miskin. Pada Tahun 2008 Pemerintah melanjutkan skema program pengurangan subsidi BBM dari bulan Juni  sampai dengan Desember 2008 dalam bentuk Bantuan Langsung Tunai tanpa syarat kepada Rumah Tangga Sasaran (unconditional cash transfer) sebesar Rp.100.000,- per bulan selama 7 bulan, dengan rincian diberikan Rp.300.000.- / 3 bln (Juni-Agustus) dan Rp.400.000.- / 4 bln (September-Desember). BLT merupakan implementasi dari Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2008 tentang pelaksanaan program bantuan langsung tunai (BLT) untuk rumah tangga sasaran (RTS) dalam rangka kompensasi pengurangan subsidi BBM. Program BLT-RTS ini dalam pelaksanaanya harus langsung menyentuh dan memberikan manfaat langsung kepada masyarakat miskin (yang terkategori sebagai RTS), mendorong tanggung jawab sosial bersama dan dapat menumbuhkan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah yang secara konsisten mesti benar-benar memperhatikan Rumah Tangga Sasaran yang pasti merasakan beban berat sebagai akibat dari kenaikan harga BBM.BLT yang idealnya harus memenuhi tugas hakikinya yakni membantu masyarakat miskin dengan dasar hukum InPres No.3/2008, memiliki tujuan mulia yang digariskan secara yuridis formal di dalam Petunjuk Teknis (Juknis) Penyaluran BLT untuk RTS tahun 2008 sebagai berikut:
1) Membantu masyarakat miskin agar tetap dapat memenuhi kebutuhan  dasarnya;
2) Mencegah penurunan taraf kesejahteraan masyarakat miskin akibat kesulitan ekonomi;
3) Meningkatkan tanggung jawab sosial bersama.
Dengan tujuan itu, maka penerima bantuan langsung tunai adalah Rumah Tangga Sasaran sebanyak 19,1 Juta Rumah Tangga Sasaran hasil pendataan oleh BPS. yang meliputi Rumah Tangga Sangat Miskin (poorest), Rumah Tangga Miskin (poor) dan Rumah Tangga Hampir  Miskin (near poor) di seluruh wilayah Indonesia. Kebijakan pemberian BLT bagi 19,1  juta RTS seluruh Indonesia yang dilakukan karena pemerintah telah memutuskan untuk menaikkan harga dasar BBM, kenaikan harga dapat  mengakibatkan harga kebutuhan pokok meningkat dan bagi masyarakat miskin dapat mengakibatkan daya beli mereka semakin menurun. Penurunan ini dikarenakan mereka akan mengalami kesulitan untuk beradaptasi dengan perkembangan harga di pasar. Warga masyarakat miskin akan terkena dampak sosial yakni semakin menurun taraf kesejahteraannya atau menjadi semakin miskin. Untuk itu diperlukan program perlindungan sosial bagi masyarakat miskin dalam bentuk program kompensasi (compensatory program) yang sifatnya khusus (crash program) atau program jaring pengaman sosial (social safety net), seiring dengan besarnya beban subsidi BBM semakin berat dan resiko terjadinya defisit yang  harus ditanggung oleh pemerintah. Selain itu, akibat selisih harga BBM dalam negeri dibanding dengan luar negeri berakibat memberi peluang peningkatan upaya penyelundupan BBM ke luar negeri. Sehingga pemerintah memandang perlu mereviu kebijakan tentang subsidi BBM, karena selama ini subsidi dinikmati juga oleh golongan masyarakat mampu yang kemudian dana itu dialihkan untuk golongan masyarakat miskin. Dan harus diakui program ini setelah dilaksanakan memang melahirkan penilaian yang pro dan kontra terkait keberhasilannya. Ada yang berpendapat bahwa Bantuan Langsung Tunai kepada Rumah Tangga  Sasaran bersifat charity dan menimbulkan budaya malas, ketergantungan, dan meminta-minta belas kasihan Pemerintah serta secara ekonomi mikro menumbuhkan  budaya konsumtif sesaat, karena penggunaan uang tidak diarahkan oleh Pemerintah  (unconditional cash transfer). Ditambah lagi sekarang dengan adanya kabar yang menetapkan kenaikan harga BBM akan di undur sampai 6 bulan mendatang membuat masyarakat yang ber-ekonomi di bawah atau pas-pasan akan kembali semakin resah karena kebanyakan harga bahan-bahan pokok ikut meningkat harganya. Dan pemerintah sepertinya akan kembali menggunakan BLT sebagai jalan pintas agar masyarakat tidak kesusahan.

II.     PERMASALAHAN

Permasalahan yang akan di bahas pada makalah ini adalah :
1.      Apakah langkah pemerintah sudah benar dengan memberikan BLT kembali pada tahun 2012?
2.      Apakah tidak ada cara lain selain memberikan BLT ?

III.   PEMBAHASAN

Sebelum masuk ke bahasan lebih lanjut, sebaiknya kita mengetahui dahulu BLT ditinjau dari ciri-ciri berfikir filsafat dan cara berfikir filsafat.
Ciri-ciri berfikir filsafat:
  • Radikal, artinya berpikir sampai ke akar-akarnya hingga pada hakikatnya atau substansi yang dipikirkan.
  • Universal, artinya pemikiran filsafat menyangkut pengelaman umum manusia, kekhususan berpikir     kefilsafatan menurut Justpers terletak pada aspek keumumannya.
  • Konseptual, artinya merupakan hasil generalisasi dan abstrasi pengelaman manusia, misalnya apa yang dimaksudkan dengan kebebasan itu.
  • Koheren dan konsisten (runtut), artinya sesuai dengan kaidah-kaidah berpikir logis. Konsisten itu artinya tidak mengandung kontradiksi.
  • Sistematik, artinya pendapat yang merupakan uraian kefilsafatan itu harus saling berhubungan secara teratur dan  terkandung adanya maksud atau tujuan tertentu.
  • Komprehensif, artinya mencakup atau menyeluruh. Berpikir secara kefilsafatan merupakan usaha untuk menjelaskan alam semestanya secara keseluruhan.  
  • Bebas artinya sampai pada batas-batas yang luas, pemikiran filsafat bisa dikatakan sebagai hasil pemikiran yang bebas, yakni bebas dari prasangka-prasangka sosial, historis, kultural bahkan religius.
  • Bertanggung jawab, artinya seseorang yang berfilsafat adalah orang yang berpikir sekaligus bertanggungjawab terhadap hasil pemikirannya, paling tidak terhadap hati nuraninya sendiri.  
          Cara berfikir filsafat:
  • Berfilsafat terkait erat dengan sastra, artinya sebuah karya filsafat dipandang memiliki nilai-nilai sastra yang tinggi. Untuk gaya ini diperlihatkan oleh beberapa filsuf yang memperoleh nobel di bidang sastra seperti Henri Bergson, Bertrand Russell, Sartre, dan Albert Camus.
  • Berfilsafat dikaitkan dengan sosial politik. Di sini filsafat sering diidentikan dengan praksis politik, artinya sebuah karya filsafat dipandang memiliki dimensi-dimensi ideologis yang relevan dengan konsep negara. Filsuf yang menjadi primadona dalam gaya ini adalah Karl Marx. Filsuf yang concern dengan masalah sosial diantaranya Thomas Hobbes dan Jean Jacques Rousseau. 
  •  Berfilsafat terkait erat dengan metodelogi, artinya para filsuf menaruh perhatian besar terhadap persoalan-persoalan metode ilmiah sebagaimana yang dilakukan oleh Descartes dan Karl Popper.
  • Berfilsafat terkait erat dengan kegiatan analisis bahasa. Kelompok ini dinamakan Mazhab analitika bahasa dengan tokohnya G. Moore, Betrand Russell, Ludwig Wittgenstein, Gilbert Ryle dan John Langshaw Austin. Kelompok ini berfilsafat dengan menekankan aktivitas analisis bahasa yang dikenal dengan logosentrisme. Tokoh terkenalnya Wittgenstein yang menyatakan bahwa filsafat secara keseluruhan merupakan kritik bahasa.
  • Berfilsafat terkait dengan menghidupkan kembali gaya pemikiran filsafat di masa lampau. Gaya ini mengacu pada penguasaan sejarah filsafat. Mempelajari filsafat yang dipandang baik adalah dengan mengkaji teks-teks filosofis dari para filsuf terdahulu.
  • Berfilsafat terkait erat dengan filsafat tingkah laku atau etika. Etika dipandang sebagai satu-satunya kegiatan filsafat yang paling nyata, sehingga dinamakan juga prasiologis, bidang ilu praktis.
Keenam gaya pemikiran ini jika dikaitkan dengan program Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang dijalankan pemerintah dalam rangka membantu rakyat miskin sebagai dampak dari kenaikan harga BBM. Pemerintah mengurangi subsidi BBM karena merasa bahwa selama ini dana subsidi itu juga diterima oleh orang kaya. Karena itu adalah tepat jika selisih subsidi itu diberikan kepada masyarakat khususnya masyarakat miskin. Dan memang program itu benar-benar telah dijalankan, terlepas dari hasilnya memuaskan atau tidak memuaskan semua pihak di bangsa ini. Namun kita juga jangan sepenuhnya menyalahkan pemerintah, karena pemerintah sebelum menaikan harga BBM dan berujung pada terlaksananya BLT telah memikirkan dengan matang namun mungkin maksud pemerintah tidak sepenuhnya diterima baik oleh masyarakat banyak. Namun menurut saya memberikan BLT memang salah sasaran karena hanya memberikan uang sebanyak Rp 150.000 per bulan tidaklah cukup untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, mungkin masih bisa tertutupi pekerjaan bagi yang mempunyai pekerjaan namun bagaimana dengan masyarakat yang pekerjaannya serabutan yang hanya bekerja bila dipanggil oleh orang? Mungkin ini akan bisa dijawab apabila kita sendiri yang mengalaminya. Bantuan langsung tunai bukanlah sebuah solusi, jauh-jauh hari sudah disampaikan. BLT hanya merupakan bentuk pembodohan, hampir sama dengan kelakuan pemerintah yang membagi-bagikan kompor dan tabung gas gratis. Yang terjadi malah kompor dan tabung gas tersebut dijual lagi. Kebijakan-kebijakan instan seperti ini sesungguhnya akan menjadi bom waktu yang siap meledak kapan saja. Terlebih kurangnya akses pelayanan di bidang pendidikan dan kesehatan. Sehingga masyarakat awam yang tak mendapatkan haknya (pendidikan, dll) menjadi lebih bergantung pada kebijakan sesaat ini. Pemerintah seharusnya tidak hanya memikirkan kondisi ekonomi makro, jika pemerintah mau belajar dari krisis ekonomi di era ’97-’98. Sudahlah kita terjepit, pemerintah masih saja berpikir jangka pendek. Ingatan saya dibawa pada pertemuan dengan Bpk. Paskah Suzeta (Menneg Bappenas) di UNPAD dua tahun silam. Ketika itu dihadapan mahasiswa beliau memaparkan blue print Indonesia 2005-2025. Kenyataannya yang digarisbawahi hanya ekonomi makro dan industrialisasi, sedangkan di bidang pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan juga aplikasi teknologi kurang sekali terpresentasikan. Tambahan informasi kebijakan pemerintah RI yang dipandang dunia bisa didapat di World Resource Institute. Pemerintah ke depan jika mau melaksanakan program sejenis BLT ini dengan asumsi bahwa untuk memberikan social protection (perlindungan sosial) bagi masyarakat miskin, berkewajiban untuk menganalisis secara saksama dan benar kebutuhan mendasar masyarakat dalam menghadapi kesulitan hidupnya terkhusus bidang ekonomi dan bukan hanya sekedar memberikan sejumlah uang yang belum tentu tepat sasar. Sebaiknya pemerintah menciptakan program dengan efek jangka panjang seperti seperti memberikan pelatihan, kemudian dukungan modal, selanjutnya kontrol dalam jangka waktu tertentu dengan menempatkan tenaga pendamping sampai dengan masyarakat bisa bertanggung jawab sendiri mengelolah bidang usaha yang telah disediakan pemerintah. Jika pemerintah benar-benar bertanggungjawab atas nasib rakyatnya, maka pasti uang dalam jumlah besar tersebut akan tepat sasar dan tidak diselewengkan sebagaimana yang telah terjadi di negera ini dengan kasus korupsi yang tinggi sementara rakyat menderita.Mungkin alangkah lebih baik jika dana untuk BLT disalurkan ke wadah yantg lebih bermanfaat, misalnya dengan membuat lapangan kerja agar masyarakat bias bekerja dan agar tidak menjadi jiwa yang hanya menunggu untuk diberi, dan dengan dibangunnya lapangan kerja meningkatkan SDM yang kreatif dan siap bersaing.


IV.     KESIMPULAN
Berdasarkan pada makalah ini menjelaskan bahwa memberikan BLT kepada masyarakat sebenarnya salah sasaran, dalam artian bahwa dengan adanya program BLT masyarakat cenderung menjadi pemalas dan hanya berharap uang yangsebenarnya tidak begiu banyak dari BLT yang seharusnya masyarakat menjadi masyarakat yang kreatif dalam mengelola sumber daya alam yang ada. Bahkan tidak sedikit masyarakatyang sebenarnya mampun namun ikut dalam program BLt yang seharusnya hanya untuk masyarakat bekonom kebawah, apakah sekarang masyarakat tidak malu dmengakui dirinya miskin?
Tentu saja pendiri Negara ini tidak ingin masyarakat Indonesia menjadi masyarakat yang miskin dan selalu ketergantungan orang lain. Dan setelah membahas masalah ini seharusnya program BLT ini membuat masyarakat yang berekonomi menengah kebawah bisa terbantu dengan program ini namun yang terjadi adalah masyarakat yang ingin mengambil BLT ini sampai berdesak-desakan dan tidak jarang sampai ada yang pingsan, suatu perjuangan yang sangat gigih untuk mendapatkan Rp 150.000 per bulan.

V.        SARAN

. Karena kita tidak ingin masyarakat Indonesia akan selamanya ketergantungan kepada orang lain. Oleh karena itu menurut saya sebaiknya dari pada memberikan BLT lebih baik membangun lapangan kerja sehingga untuk mempekerjakan masyarakat yang miskin dan pengangguran karena apabila tidak sebagai orang yang berekonomi menengah kebawah akan semakin sulit bertahan hidup, sekarang saja sudah banyak fenomena yang mempersulit hidup masyarakat menengah kebawah sebagai contoh banak di rumah sakit yang menolak pasien hanya karena meraka tidak mampu membayar biaya rumah sakit, ditambah lagi dengan kenaikan harga-harga bahan pokok yang semakin memberatkan masyarakat
















Daftar pustaka :
Syam, Nina W.Prof.,Dr.,M.S. 2010. Filsafat Sebagai Akar Ilmu Komunikasi. Simbiosa Rekatama Media: Bandung.